Semua Materi Tugas Kelompok Sejarah, Beserta Pertanyaan Untuk Semua Materi
(Notice: Untuk Pertanyaan Materi, Liat Paling Bawah Post Ini!)
BAB. 2
PENGARUH AGAMA DAN KEBUDAYAAN HINDU-BUDDHA DI INDONESIA
A. Mengenal Agama Hindu dan Buddha
Proses Masuknya Agama Dan Kebudayaan Hindu Buddha Di Indonesia
Kehidupan Politik, Ekonomi, Dan Sosial Budaya Masyarakat Indonesia Pada Masa Pengaruh Hindu Buddha
Kerajaan Kerajaan Tradisional Di Indonesia Yang Bercorak Hindu Buddha
Berakhirnya Kerajaan Kerajaan Hindu Buddha
BAB. 2
PENGARUH AGAMA DAN KEBUDAYAAN HINDU-BUDDHA DI INDONESIA
A. Mengenal Agama Hindu dan Buddha
1. Agama HinduAgama Hindu diperkirakan muncul di india antara tahun 3102 SM sampai 1300 SM (ada yang mengatakan sekitar tahun 1500 SM) dan merupakan agama tertua di dunia. Agama ini tumbuh bersamaan dengan masuknya bangsa arya, yaitu bangsa nomaden yang masuk india dari asia tengah melalui celah kaiber. Kedatangan bangsa arya ini mendesak bangsa dravida, penduduk asli india dan termasuk kategori ras australoid, dari sebelah selatan sampai ke dataran tinggi dekkan. Dalam perkembangan selanjutnya, terjadi pencampuran antara kebudayaan bangsa arya dan bangsa dravida, yang menghasilkan kebudayaan Hindu.Perkembangan agama hindu di india pada hakikatnya dapat dibagi menjadi empat fase, yakni zaman weda, zaman brahmana, zaman upanisad, dan zaman Buddha.
a. zaman weda (1500 SM)Zaman ini dimulai ketika bangsa arya berada di Punjab di lembah sungai sindhu, sekitar 2500-1500 tahun SM, setelah mendesak bangsa dravida ke sebelah selatan sampai ke dataran tinggi dekkan. Bangsa arya telah memiliki peradaban tinggi. Mereka menyembah dewa-dewa seperti agni, varuna, vayu, indra, siwa, dan sebagainya dewa tertinggi yang mereka anggap sebagai penguasa alam semesta mereka sebut trimurti, yang terdiri dari brahma (pencipta alam), wisnu (pemelihara alam) dan siwa (dewa perusak alam dan dewa kematian). Walaupun banyak, semuanya merupakan manifestasi dan perwujudan tuhan yang maha esa (disebut brahman), Weda, kitab suci agama hindu, muncul pada zaman ini. Weda termasuk dalam golongan sruti, secara harfiah berarti “yang didengar”, karena umat hindu menyakini isi weda sebagai kumpulan wahyu dari brahman (tuhan).
Pada zaman ini pula masyarakat dibagi atas empat kasta: brahmana (ulama dan pendeta), ksatria (raja,bangsawan,panglima, dan tentara), vaisya (pedagang), dan sudra (pelayan semua golongan di atasnya). Ada pula orang orang yang dianggap berada diluar kasta, yaitu golongan paria (pengemis dan gelandangan).
b. zaman Brahmana (1000-750 SM)
Pada zaman ini, kekuasaan kaum brahmana amat besar dalam kehidupan keagamaan. Merekalah yang mengantarkan persembahan umat kepada para dewa. Pada zaman ini pula mulai disusun tata cara upacara keagamaan yang teratur dalam apa yang kemudian disebut kitab brahmana. Weda menjadi pedoman penyusunan tata cara upacara agama ini.
c. zaman upanisad (750-500 SM)
pada zaman ini, yang dipentingkan tidak hanya upacara dan sesaji saja, tetapi lebih dari itu, yaitu pengetahuan batin yang lebih tinggi. Zaman ini adalah zaman pengembangan dan penyusunan falsafah agama, yaitu zaman orang berfilsafah atas dasar weda.
d. Zaman Buddha (500 SM-300 M)
Zaman ini dimulai ketika putra raja Suddhodana yang bernama siddharta menafsirkan weda dari sudut logika dan mengembangkan system yoga dan semadhi, sebagai jalan untuk mendekatkan diri dengan tuhan.
2. Agama Buddha
Agama Buddha merupakan perkembangan lebih lanjut dari agama hindu. Buddha sebenarnya merupakan sebutan bagi seseorang yang telah memperoleh pencerahan. Hal itu sesuai dengan asal kata Buddha itu sendiri: dari bahasa india berarti yang mencapai pencerahan sejati. Awalnya agama Buddha bukanlah agama, melainkan ajaran dari seseorang yang telah memperoleh pencerahan bernama Siddartha Gautama.
Pangeran siddharta adalah anak raja beragama hindu dari suku sakya bernama suddhodana dan ratu maha maya dewi. Sebagai anak raja, ia dilimpahi kemewahan. Ia dilahirkan pada tahun 563 SM. Oleh pertapa diramalkan sang pangeran kelak akan menjadi entah seorang chakrawartin (maharaja dunia) atau menjadi seorang Buddha. Konon raja suddhodana sedih mendengar ramalan tersebut; sebab, bila sang pangeran menjadi Buddha, tidak ada yang akan mewarisi tahta. Untuk mencegah terjadinya ramalan itu, para pertapa menyarankan agar sang pangeran jangan sampai melihat empat macam situasi: orang tua, orang sakit, orang mati, dan seorang pertapa. Itu berarti, tidak diperkenankan keluar istana.
suatu hari di usianya yang ke-29, siddharta menyelinap keluar dari istana, ditemani seorang kusir. Dalam perjalanan ia bertemu pengemis, orang tua, orang sakit, dan orang meninggal, suatu pengalaman yang tak pernah ia jumpai sebelumnya. Ia berpikir, ‘mengapa semua itu terjadi?’ ‘apakah yang dapat membebaskan manusia dari semua itu?’ untuk mencari jawaban ia memutuskan untuk keluar dari istana untuk berkelana sebagai pertapa.
Suatu saat sampailah ia dikota Bodh Gaya dan beristirahat di bawah pohon Bodhi. Disini kemudian pada saat bulan purnama bulan Wai-sakha (April-Mei), ia memperoleh jawaban atas pertanyaan itu, yang dilukiskan sebagai pencerahan dan kesadaran sempurna.
Buddha menemukan bahwa hidup ini adalah penderitaan (ketidakpuasan). Penderitaan atau pengalaman ketidakpuasan itu disebabkan oleh napsu keinginan (keserakahan), ketidaksukaan (kebencian), dan kebodohan (kegelapan, kurangnya kebijaksanaan). Ada keadaan damai dimana tidak ada penderitaan atau pengalaman ketidakpuasan, yaitu yang disebut pencerahan atau nirwana. Dengan pencerahan manusia bisa bebas bisa bebas dari penderitaan atau perasaan ketidakpuasan. Namun, pencerahan itu dapat dapat dicapai hanya dengan melakukan dan menghayati delapan jalan mulia (delapan kebenaran), yaitu: pandangan benar,pikiran benar,ucapan benar,perilaku benar,penghidupan benar, usaha benar,perhatian benar, dan konsentrasi benar.
Sepeninggal Buddha, para penganutnya menyebarkan ajarannya dan lahirlah agama Buddha,dengan kitab suci Tripitaka. Agama ini berkembang sangat pesat di india dibawah raja Ashoka, yang semula beragama hindu, dari dinasti maurya. Ia menyebarkan banyak pendeta Buddha ke seluruh wilayah kekuasaannya, bahkan sampai di luar wilayah kerajaan.
Pada tahun 78 M, terjadi perpecahan diantara penganut Buddha. Perpecahan melahirkan dua aliran, yaitu: Buddha Mahayana dan Buddha hinayana. Ajaran dalam Buddha Mahayana lebih komplek karena banyak di pengaruhi oleh agama dan kepercayaan lain, seperti agama hindu dan taoime sehingga mengenal dewa-dewi juga. Sedangkan Buddha hinayana mendekati ajaran Buddha yang sesungguhnya. Di indonesia, termasuk juga Thailand, kamboja, Vietnam, Myanmar, dan laos, aliran hinayanalah yang berkembang, sedangkan aliran Mahayana lebih berkembang di cina, korea, Taiwan, dan jepang.
Proses Masuknya Agama Dan Kebudayaan Hindu Buddha Di Indonesia
Pada permulaan tarikh masehi, di Benua Asia terdapat dua negeri besar yang tingkat peradabannya dianggap sudah tinggi, yaitu India dan Cina. Kedua negeri ini menjalin hubungan ekonomi dan perdagangan yang baik. Arus lalu lintas perdagangan dan pelayaran berlangsung melalui jalan darat dan laut. Salah satu jalur lalu lintas laut yang dilewati India-Cina adalah Selat Malaka. Indonesia yang terletak di jalur posisi silang dua benua dan dua samudera, serta berada di dekat Selat Malaka memiliki keuntungan, yaitu:
- Sering dikunjungi bangsa-bangsa asing, seperti India, Cina, Arab, dan Persia,
- Kesempatan melakukan hubungan perdagangan internasional terbuka lebar,
- Pergaulan dengan bangsa-bangsa lain semakin luas, dan
- Pengaruh asing masuk ke Indonesia, seperti Hindu-Budha.
Keterlibatan bangsa Indonesia dalam kegiatan perdagangan dan pelayaran internasional menyebabkan timbulnya percampuran budaya. India merupakan negara pertama yang memberikan pengaruh kepada Indonesia, yaitu dalam bentuk budaya Hindu. Ada beberapa hipotesis yang dikemukakan para ahli tentang proses masuknya budaya Hindu-Buddha ke Indonesia.
1. Hipotesis Brahmana
Hipotesis ini mengungkapkan bahwa kaum brahmana amat berperan dalam upaya penyebaran budaya Hindu di Indonesia. Para brahmana mendapat undangan dari penguasa Indonesia untuk menobatkan raja dan memimpin upacara-upacara keagamaan. Pendukung hipotesis ini adalah Van Leur.
2. Hipotesis Ksatria
Pada hipotesis ksatria, peranan penyebaran agama dan budaya Hindu dilakukan oleh kaum ksatria. Menurut hipotesis ini, di masa lampau di India sering terjadi peperangan antargolongan di dalam masyarakat. Para prajurit yang kalah atau jenuh menghadapi perang, lantas meninggalkan India. Rupanya, diantara mereka ada pula yang sampai ke wilayah Indonesia. Mereka inilah yang kemudian berusaha mendirikan koloni-koloni baru sebagai tempat tinggalnya. Di tempat itu pula terjadi proses penyebaran agama dan budaya Hindu. F.D.K. Bosch adalah salah seorang pendukung hipotesis ksatria.
3. Hipotesis Waisya
Menurut para pendukung hipotesis waisya, kaum waisya yang berasal dari kelompok pedagang telah berperan dalam menyebarkan budaya Hindu ke Nusantara. Para pedagang banyak berhubungan dengan para penguasa beserta rakyatnya. Jalinan hubungan itu telah membuka peluang bagi terjadinya proses penyebaran budaya Hindu. N.J. Krom adalah salah satu pendukung dari hipotesis waisya.
4. Hipotesis Sudra
Von van Faber mengungkapkan bahwa peperangan yang tejadi di India telah menyebabkan golongan sudra menjadi orang buangan. Mereka kemudian meninggalkan India dengan mengikuti kaum waisya. Dengan jumlah yang besar, diduga golongan sudralah yang memberi andil dalam penyebaran budaya Hindu ke Nusantara.
Selain pendapat di atas, para ahli menduga banyak pemuda di wilayah Indonesia yang belajar agama Hindu dan Buddha ke India. Di perantauan mereka mendirikan organisasi yang disebut Sanggha. Setelah memperoleh ilmu yang banyak, mereka kembali untuk menyebarkannya. Pendapat semacam ini disebut Teori Arus Balik.
Pada umumnya para ahli cenderung kepada pendapat yang menyatakan bahwa masuknya budaya Hindu ke Indonesia itu dibawa dan disebarluaskan oleh orang-orang Indonesia sendiri. Bukti tertua pengaruh budaya India di Indonesia adalah penemuan arca perunggu Buddha di daerah Sempaga (Sulawesi Selatan). Dilihat dari bentuknya, arca ini mempunyai langgam yang sama dengan arca yang dibuat di Amarawati (India). Para ahli memperkirakan, arca Buddha tersebut merupakan barang dagangan atau barang persembahan untuk bangunan suci agama Buddha. Selain itu, banyak pula ditemukan prasasti tertua dalam bahasa Sanskerta dan Malayu kuno. Berita yang disampaikan prasasti-prasasti itu memberi petunjuk bahwa budaya Hindu menyebar di Kerajaan Sriwijaya pada abad ke-7 Masehi.
Masuknya pengaruh unsur kebudayaan Hindu-Buddha dari India telah mengubah dan menambah khasanah budaya Indonesia dalam beberapa aspek kehidupan.
1. Agama
Ketika memasuki zaman sejarah, masyarakat di Indonesia telah menganut kepercayaan animisme dan dinamisme. Masyarakat mulai menerima sistem kepercayaan baru, yaitu agama Hindu-Buddha sejak berinteraksi dengan orang-orang India. Budaya baru tersebut membawa perubahan pada kehidupan keagamaan, misalnya dalam hal tata krama, upacara-upacara pemujaan, dan bentuk tempat peribadatan.
2. Pemerintahan
Sistem pemerintahan kerajaan dikenalkan oleh orang-orang India. Dalam sistem ini kelompok-kelompok kecil masyarakat bersatu dengan kepemilikan wilayah yang luas. Kepala suku yang terbaik dan terkuat berhak atas tampuk kekuasaan kerajaan. Oleh karena itu, lahir kerajaan-kerajaan, seperti Kutai, Tarumanegara, dan Sriwijaya.
3. Arsitektur
Salah satu tradisi megalitikum adalah bangunan punden berundak-undak. Tradisi tersebut berpadu dengan budaya India yang mengilhami pembuatan bangunan candi. Jika kita memperhatikan Candi Borobudur, akan terlihat bahwa bangunannya berbentuk limas yang berundak-undak. Hal ini menjadi bukti adanya paduan budaya India-Indonesia.
4. Bahasa
Kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia meninggalkan beberapa prasasti yang sebagian besar berhuruf Pallawa dan berbahasa Sanskerta. Dalam perkembangan selanjutnya bahkan hingga saat ini, bahasa Indonesia memperkaya diri dengan bahasa Sanskerta itu. Kalimat atau kata-kata bahasa Indonesia yang merupakan hasil serapan dari bahasa Sanskerta, yaitu Pancasila, Dasa Dharma, Kartika Eka Paksi, Parasamya Purnakarya Nugraha, dan sebagainya.
5. Sastra
Berkembangnya pengaruh India di Indonesia membawa kemajuan besar dalam bidang sastra. Karya sastra terkenal yang mereka bawa adalah kitab Ramayana dan Mahabharata. Adanya kitab-kitab itu memacu para pujangga Indonesia untuk menghasilkan karya sendiri. Karya-karya sastra yang muncul di Indonesia adalah:
- Arjunawiwaha, karya Mpu Kanwa,
- Sutasoma, karya Mpu Tantular, dan
- Negarakertagama, karya Mpu Prapanca.
Agama Hindu
Agama Hindu berkembang di India pada ± tahun 1500 SM. Sumber ajaran Hindu terdapat dalam kitab sucinya yaitu Weda. Kitab Weda terdiri atas 4 Samhita atau “himpunan” yaitu:
- Reg Weda, berisi syair puji-pujian kepada para dewa.
- Sama Weda, berisi nyanyian-nyanyian suci.
- Yajur Weda, berisi mantera-mantera untuk upacara keselamatan.
- Atharwa Weda, berisi doa-doa untuk penyembuhan penyakit.
Di samping kitab Weda, umat Hindu juga memiliki kitab suci lainnya yaitu:
- Kitab Brahmana, berisi ajaran tentang hal-hal sesaji.
- Kitab Upanishad, berisi ajaran ketuhanan dan makna hidup.
Agama Hindu menganut polytheisme (menyembah banyak dewa), diantaranya Trimurti atau “Kesatuan Tiga Dewa Tertinggi” yaitu:
- Dewa Brahmana, sebagai dewa pencipta.
- Dewa Wisnu, sebagai dewa pemelihara dan pelindung.
- Dewa Siwa, sebagai dewa perusak.
Selain Dewa Trimurti, ada pula dewa yang banyak dipuja yaitu Dewa Indra pembawa hujan yang sangat penting untuk pertanian, serta Dewa Agni (api) yang berguna untuk memasak dan upacara-upacara keagamaan. Menurut agama Hindu masyarakat dibedakan menjadi 4 tingkatan atau kasta yang disebut Caturwarna yaitu:
- Kasta Brahmana, terdiri dari para pendeta.
- Kasta Ksatria, terdiri dari raja, keluarga raja, dan bangsawan.
- Kasta Waisya, terdiri dari para pedagang, dan buruh menengah.
- Kasta Sudra, terdiri dari para petani, buruh kecil, dan budak.
Selain 4 kasta tersebut terdapat pula golongan pharia atau candala, yaitu orang di luar kasta yang telah melanggar aturan-aturan kasta.
Orang-orang Hindu memilih tempat yang dianggap suci misalnya, Benares sebagai tempat bersemayamnya Dewa Siwa serta Sungai Gangga yang airnya dapat mensucikan dosa umat Hindu, sehingga bisa mencapai puncak nirwana.
Agama Buddha
Agama Buddha diajarkan oleh Sidharta Gautama di India pada tahun ± 531 SM. Ayahnya seorang raja bernama Sudhodana dan ibunya Dewi Maya. Buddha artinya orang yang telah sadar dan ingin melepaskan diri dari samsara.
Kitab suci agama Buddha yaitu Tripittaka artinya “Tiga Keranjang” yang ditulis dengan bahasa Poli. Adapun yang dimaksud dengan Tiga Keranjang adalah:
- Winayapittaka : Berisi peraturan-peraturan dan hukum yang harus dijalankan oleh umat Buddha.
- Sutrantapittaka : Berisi wejangan-wejangan atau ajaran dari sang Buddha.
- Abhidarmapittaka : Berisi penjelasan tentang soal-soal keagamaan.
Pemeluk Buddha wajib melaksanakan Tri Dharma atau “Tiga Kebaktian” yaitu:
- Buddha yaitu berbakti kepada Buddha.
- Dharma yaitu berbakti kepada ajaran-ajaran Buddha.
- Sangga yaitu berbakti kepada pemeluk-pemeluk Buddha.
Disamping itu agar orang dapat mencapai nirwana harus mengikuti 8 (delapan) jalan kebenaran atau Astavidha yaitu:
- Pandangan yang benar.
- Niat yang benar.
- Perkataan yang benar.
- Perbuatan yang benar.
- Penghidupan yang benar.
- Usaha yang benar.
- Perhatian yang benar.
- Bersemedi yang benar.
Karena munculnya berbagai penafsiran dari ajaran Buddha, akhirnya menumbuhkan dua aliran dalam agama Buddha yaitu:
- Buddha Hinayana, yaitu setiap orang dapat mencapai nirwana atas usahanya sendiri.
- Buddha Mahayana, yaitu orang dapat mencapai nirwana dengan usaha bersama dan saling membantu.
Pemeluk Buddha juga memiliki tempat-tempat yang dianggap suci dan keramat yaitu:
- Kapilawastu, yaitu tempat lahirnya Sang Buddha.
- Bodh Gaya, yaitu tempat Sang Buddha bersemedi dan memperoleh Bodhi.
- Sarnath/ Benares, yaitu tempat Sang Buddha mengajarkan ajarannya pertama kali.
- Kusinagara, yaitu tempat wafatnya Sang Buddha.
Kehidupan Politik, Ekonomi, Dan Sosial Budaya Masyarakat Indonesia Pada Masa Pengaruh Hindu Buddha
Pengaruh agama dan kebudayaan tersebut sangat tampak dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Berikut ini bentuk bentuk pengaruh Hindu-Budha :
1. Bahasa dan Tulisan
Masuknya bangsa India (kebudayaan Hindu) ke Nusantara mengantarkan masyarakat ke Nusantara ke budaya tulis atau masa aksara (masa dimana mereka mengenal dan mempraktikan tradisi tulisan). Budaya tulis itu menggunakan bahasa Sanskerta dengan huruf Pallawa, yaitu sejenis tulisan yang ditemukan juga di wilayah India bagian selatan. Dalam perkembangannya, huruf Pallawa menjadi dasar dari huruf-huruf lain di Indonesia seperti huruf Kawi, jawa Kuno, Bali Kuno, Lampung, Batak, dan Bugis-Makasar. Bukti pertama dikenalnya tulisan (aksara) di Nusantara adalah penemuan tulisan diatas tujuh buah yupa abad ke 4 M di wilayah Kutai, Kalimantan Timur.
Masuknya bangsa India (kebudayaan Hindu) ke Nusantara mengantarkan masyarakat ke Nusantara ke budaya tulis atau masa aksara (masa dimana mereka mengenal dan mempraktikan tradisi tulisan). Budaya tulis itu menggunakan bahasa Sanskerta dengan huruf Pallawa, yaitu sejenis tulisan yang ditemukan juga di wilayah India bagian selatan. Dalam perkembangannya, huruf Pallawa menjadi dasar dari huruf-huruf lain di Indonesia seperti huruf Kawi, jawa Kuno, Bali Kuno, Lampung, Batak, dan Bugis-Makasar. Bukti pertama dikenalnya tulisan (aksara) di Nusantara adalah penemuan tulisan diatas tujuh buah yupa abad ke 4 M di wilayah Kutai, Kalimantan Timur.
Perbandingan huruf-huruf dari beberapa daerah yang ada di Indonesia yang didasari oleh huruf Pallawa.
a. Prasasti
Prasasti, dari bahasa Sanskerta yang berarti pujian, merupakan piagam atau dokumen yang ditulis pada bahan yang kertas dan tahan lama, yang memuat informasi tentang sejarah, peringatan atau catatan tentang sebuah peristiwa. Di antara berbagai sumber sejarah kuno Indonesia, seperti naskah dan berita asing, prasati dianggap sumber terpenting karena mampu memberikan kronologis suatu peristiwa. Selain mengandung unsur penanggalan, prasati juga mengungkap sejumlah nama dan alasan mengapa prasati tersebut dikeluarkan. Sebagian besar prasati yang ditemukan di Indonesia berisi tentang sima, yaitu tentang perpindahan hak, pengumpulan pajak dengan imbalan, dan pemberian jasa pada lembaga agama. Tulisan-tulisan pada prasasti biasanya mengikuti format tertentu, seperti tanggal, yahun, dan nama pejabat yang memerintahkan pembuatan prasasti tersebut.
Prasati ternyata tidak hanya ditulis diatas batu, tetapi juga dituliskan diatas lempengan emas, perunggu, tembaga, daun lontar, daun nipah, kulit pohon, daluang (kertas tradisional yang dibuat dari serat-serat tanaman yang memiliki tekstur kasar, digunakan khususnya di Pulau Jawa sebagai pengganti kertas lontar), kain, dan kertas.
Prasasti di Indonesia dapat dikelompokan sesuai bahasanya
Prasasti dalam bahasa Sanskerta
Terdapat pada prasasti-prasasti yang dibuat pada abad ke 4 sampai abad ke 9. Misalnya, prasasti yang dipahatkan pada tiang batu (yupa) di wilayah kerajaan Kutai, prasasti peninggalan kerajaan Tarumanagara (Ciaruteun, Jambu, Kebon Kopi, Pasir Awi, Muara Cianten, Tugu, dan Cidangiang)
a. Prasasti
Prasasti, dari bahasa Sanskerta yang berarti pujian, merupakan piagam atau dokumen yang ditulis pada bahan yang kertas dan tahan lama, yang memuat informasi tentang sejarah, peringatan atau catatan tentang sebuah peristiwa. Di antara berbagai sumber sejarah kuno Indonesia, seperti naskah dan berita asing, prasati dianggap sumber terpenting karena mampu memberikan kronologis suatu peristiwa. Selain mengandung unsur penanggalan, prasati juga mengungkap sejumlah nama dan alasan mengapa prasati tersebut dikeluarkan. Sebagian besar prasati yang ditemukan di Indonesia berisi tentang sima, yaitu tentang perpindahan hak, pengumpulan pajak dengan imbalan, dan pemberian jasa pada lembaga agama. Tulisan-tulisan pada prasasti biasanya mengikuti format tertentu, seperti tanggal, yahun, dan nama pejabat yang memerintahkan pembuatan prasasti tersebut.
Prasati ternyata tidak hanya ditulis diatas batu, tetapi juga dituliskan diatas lempengan emas, perunggu, tembaga, daun lontar, daun nipah, kulit pohon, daluang (kertas tradisional yang dibuat dari serat-serat tanaman yang memiliki tekstur kasar, digunakan khususnya di Pulau Jawa sebagai pengganti kertas lontar), kain, dan kertas.
Prasasti di Indonesia dapat dikelompokan sesuai bahasanya
Prasasti dalam bahasa Sanskerta
Terdapat pada prasasti-prasasti yang dibuat pada abad ke 4 sampai abad ke 9. Misalnya, prasasti yang dipahatkan pada tiang batu (yupa) di wilayah kerajaan Kutai, prasasti peninggalan kerajaan Tarumanagara (Ciaruteun, Jambu, Kebon Kopi, Pasir Awi, Muara Cianten, Tugu, dan Cidangiang)
Yupa (tugu) bertulis peninggalan Kutai
Prasasti dalam bahasa Jawa Kuno
Di antaranya Prasasti Kedu, Prasasti Dinoyo, dan prasasti-prasasti lain peninggalan Kerajaan Mataram Kuno. Bahasa Jawa Kuno diperkirakan muali digunakan sektar abad ke 9.
Prasasti dalam bahasa Melayu Kuno
Yang banyak ditemukan di Sumatra. Contoh : Prasasti Kedukan Bukit, Parsasti talang Tuo, dan Prasasti Telaga Batu, semuanya peninggalan Kerajaan Sriwijaya.
Prasasti dalam bahasa Jawa Kuno
Di antaranya Prasasti Kedu, Prasasti Dinoyo, dan prasasti-prasasti lain peninggalan Kerajaan Mataram Kuno. Bahasa Jawa Kuno diperkirakan muali digunakan sektar abad ke 9.
Prasasti dalam bahasa Melayu Kuno
Yang banyak ditemukan di Sumatra. Contoh : Prasasti Kedukan Bukit, Parsasti talang Tuo, dan Prasasti Telaga Batu, semuanya peninggalan Kerajaan Sriwijaya.
Prasasti Kedukan Bukit Prasasti Telaga Batu Prasasti Talang Tuo
Prasasti dalam bahasa Bali Kuno
Biasa digunakan oleh kerajaan-kerajaan Bali. Selain huruf Pallawa, prasasti ini juga menggunakan huruf Jawa Kuno dan Pranagari. Contoh prasati dalam huruf Bali Kuno adalah Prasasti Julah dan Prasati Ugrasena.
Prasasti dalam bahasa Persia
Aksara ini banyak digunakan untuk menuliskan teks-teks keagamaan dan teks pada batu nisan. Kebanyakan prasasti dengan aksara ini berangka tahun sekitar abad ke 11, misalnya prasasti yang terdapat di makam Raja Malik As-Saleh di Sumatra Utara, berangka tahun 1297 M. Aksara tersebut bahkan sudah digunakan jauh lebih wala lagi, yang dibuktikan pada makam Fatimah binti Maimun (475 H/1082 M) di Leran, Gresik, Jawa Timur.
b. Kitab
Kitab adalah kumpulan kisah, catatan, atau laporan tentang suatu peristiwa, kadang di dalamnya terdapat juga mitos, pada masa Hindu-Budha biasanya kitab ditulis di atas daun lontar. Tulisan di dalamnya berupa rangkaian puisi yang indah dan terbagi ke dalam sejumlah bait yang disebut pupuh.Adapaun ungkapan yang ditulis dalam bentuk puisi ini biasa disebut kakawin.
Kitab dapat dikategorikan sebagai karya sastra kuno, yang dalam perkembangannya di Indonesia terdiri dari beberapa tahap :
Tahap pertama atau kesusastraan tertua, lahir pada masa Kerajaan Mataram Kuno. Kitab terkenalnya adalah Sang Hyang Kamahayanikan, oleh Sambara Suryawanasa. Kitab ini menjelaskan tentang ajaran Budha aliran Tantrayana.
Tahap kedua, lahir pada masa Kerajaan Kediri. Pada tahap ini lahir karya sastra besar Arjuna Wiwaha yang ditulis oleh Mpu Kanwa, Kresnayana yang ditulis oleh Mpu Dharmajaya, dan Bhatarayuda yang ditulis oleh Mpu Sedah dan kemudian diselesaikan oleh Mpu Panuluh. Kerajaan Kediri tercatat sebagai kerajaan yang memiliki hasil sastra kuno yang cukup banyak, terutama saat pemerintahan Raja Jayabaya.
Tahap ketiga, yaitu kesusasteraan yang lahir pada zaman Mjapahit. Pada tahap ini lahir Kitab Negarakertagama, ditulis oleh Mpu Prapanca pada tahun 1365. Dari kitab inilah kita banyak mengetahui tentang kehidupan masyarakat pada zaman Majapahit dan silsilah dari para leluhur raja. Kitab ini juga menjadi salah satu sumber penulisan sejarah politik Jawa dari abad ke 8 sampai abad ke 15. Selain Negarakertagama, terdapat juga Kitab Sutasoma yang ditulis oleh Mpu Tantular dan Kitab Pararaton, yang berisi mitos tokoh Ken Arok (pendiri Singasari), dan Kitab Bubhuksah, kitab yang berkisah tentang dua orang bersaudara yang berusaha mencari kesempurnanaan.
Prasasti dalam bahasa Bali Kuno
Biasa digunakan oleh kerajaan-kerajaan Bali. Selain huruf Pallawa, prasasti ini juga menggunakan huruf Jawa Kuno dan Pranagari. Contoh prasati dalam huruf Bali Kuno adalah Prasasti Julah dan Prasati Ugrasena.
Prasasti dalam bahasa Persia
Aksara ini banyak digunakan untuk menuliskan teks-teks keagamaan dan teks pada batu nisan. Kebanyakan prasasti dengan aksara ini berangka tahun sekitar abad ke 11, misalnya prasasti yang terdapat di makam Raja Malik As-Saleh di Sumatra Utara, berangka tahun 1297 M. Aksara tersebut bahkan sudah digunakan jauh lebih wala lagi, yang dibuktikan pada makam Fatimah binti Maimun (475 H/1082 M) di Leran, Gresik, Jawa Timur.
b. Kitab
Kitab adalah kumpulan kisah, catatan, atau laporan tentang suatu peristiwa, kadang di dalamnya terdapat juga mitos, pada masa Hindu-Budha biasanya kitab ditulis di atas daun lontar. Tulisan di dalamnya berupa rangkaian puisi yang indah dan terbagi ke dalam sejumlah bait yang disebut pupuh.Adapaun ungkapan yang ditulis dalam bentuk puisi ini biasa disebut kakawin.
Kitab dapat dikategorikan sebagai karya sastra kuno, yang dalam perkembangannya di Indonesia terdiri dari beberapa tahap :
Tahap pertama atau kesusastraan tertua, lahir pada masa Kerajaan Mataram Kuno. Kitab terkenalnya adalah Sang Hyang Kamahayanikan, oleh Sambara Suryawanasa. Kitab ini menjelaskan tentang ajaran Budha aliran Tantrayana.
Tahap kedua, lahir pada masa Kerajaan Kediri. Pada tahap ini lahir karya sastra besar Arjuna Wiwaha yang ditulis oleh Mpu Kanwa, Kresnayana yang ditulis oleh Mpu Dharmajaya, dan Bhatarayuda yang ditulis oleh Mpu Sedah dan kemudian diselesaikan oleh Mpu Panuluh. Kerajaan Kediri tercatat sebagai kerajaan yang memiliki hasil sastra kuno yang cukup banyak, terutama saat pemerintahan Raja Jayabaya.
Tahap ketiga, yaitu kesusasteraan yang lahir pada zaman Mjapahit. Pada tahap ini lahir Kitab Negarakertagama, ditulis oleh Mpu Prapanca pada tahun 1365. Dari kitab inilah kita banyak mengetahui tentang kehidupan masyarakat pada zaman Majapahit dan silsilah dari para leluhur raja. Kitab ini juga menjadi salah satu sumber penulisan sejarah politik Jawa dari abad ke 8 sampai abad ke 15. Selain Negarakertagama, terdapat juga Kitab Sutasoma yang ditulis oleh Mpu Tantular dan Kitab Pararaton, yang berisi mitos tokoh Ken Arok (pendiri Singasari), dan Kitab Bubhuksah, kitab yang berkisah tentang dua orang bersaudara yang berusaha mencari kesempurnanaan.
c. Manuskrip
Manuskrip adalah naskah tulisan tangan peninggalan masa lalu yang berisi berbagai hal seperti cerita kepahlawanan, hokum, upacara keagamaan, silsilah, syair, mantra sihir, dan resep obat-obatan.
Contoh : Pustaha, yaitu naskah Natak yang ditulis dengan aksara Batak dan di atas lembaran kulit kayu alim, I La Galigo, yaitu sebuah naskah kuno dari Sulawesi Selatan yang merupakan naskah epos (kepahlawanan) yang berisi kisah tentang Kerajaan Luwu masa pra-Islam, semua naskah ditulis dalam berbagai bahasa. Sejarawan Robert Wilson menganggap I La Galigo sebagai hasil sastra kuno terbaik karena ditulis dengan mengedepankan objektivitas dan fakta sejarah.
Selain kedua naskah itu, ada juga naskah kuno Lampung, yang ditulis di atas kulit kayu pohon bunut, menggunakan aksara Lampung. Aksara Lampung adalah bentuk tulisan yang memiliki hubungan dengan aksara Pallawa dari India Selatan, yang diperkirakan masuk ke Pulau Sumatera pada masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya.
Manuskrip adalah naskah tulisan tangan peninggalan masa lalu yang berisi berbagai hal seperti cerita kepahlawanan, hokum, upacara keagamaan, silsilah, syair, mantra sihir, dan resep obat-obatan.
Contoh : Pustaha, yaitu naskah Natak yang ditulis dengan aksara Batak dan di atas lembaran kulit kayu alim, I La Galigo, yaitu sebuah naskah kuno dari Sulawesi Selatan yang merupakan naskah epos (kepahlawanan) yang berisi kisah tentang Kerajaan Luwu masa pra-Islam, semua naskah ditulis dalam berbagai bahasa. Sejarawan Robert Wilson menganggap I La Galigo sebagai hasil sastra kuno terbaik karena ditulis dengan mengedepankan objektivitas dan fakta sejarah.
Selain kedua naskah itu, ada juga naskah kuno Lampung, yang ditulis di atas kulit kayu pohon bunut, menggunakan aksara Lampung. Aksara Lampung adalah bentuk tulisan yang memiliki hubungan dengan aksara Pallawa dari India Selatan, yang diperkirakan masuk ke Pulau Sumatera pada masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya.
Kerajaan Kerajaan Tradisional Di Indonesia Yang Bercorak Hindu Buddha
A. Kerajaan Kutai
Kerajaan Kutai atau Kerajaan Kutai Martadipura (Martapura) merupakan kerajaan Hindu yang berdiri sekitar abad ke-4 Masehi di Muara Kaman, Kalimantan Timur. Diperkirakan kerajaan kutai merupakan kerajaan Hindu tertua di Indonesia. Kerajaan ini dibangun oleh Kudungga. Diduga ia belum menganut agama Hindu.
Peninggalan terpenting kerajaan Kutai adalah 7 Prasasti Yupa, dengan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta, dari abad ke-4 Masehi. Salah satu Yupa mengatakan bahwa “Maharaja Kundunga mempunyai seorang putra bernama Aswawarman yang disamakan dengan Ansuman (Dewa Matahari). Aswawarman mempunyai tiga orang putra. yang paling terkemuka adalah Mulawarman.” Salah satu prasastinya juga menyebut kata Waprakeswara yaitu tempat pemujaan terhadap Dewa Syiwa.
B. Kerajaan Tarumanegara
Kerajaan Tarumanegera di Jawa Barat hampir bersamaan waktunya dengan Kerajaan Kutai. Kerajaan Tarumanegara didirikan oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358, yang kemudian digantikan oleh putranya, Dharmayawarman (382 – 395). Maharaja Purnawarman adalah raja Tarumanegara yang ketiga (395 – 434 M). Menurut Prasasti Tugu pada tahun 417 ia memerintahkan penggalian Sungai Gomati dan Candrabaga sepanjang 6112 tombak (sekitar 11 km).
Dari kerajaan Tarumanegara ditemukan sebanyak 7 buah prasasti. Lima diantaranya ditemukan di daerah Bogor. Satu ditemukan di desa Tugu, Bekasi dan satu lagi ditemukan di desa Lebak, Banten Selatan. Prasasti-prasasti yang merupakan sumber sejarah Kerajaan Tarumanegara tersebut adalah sebagai berikut :
Prasasti Tugu |
1. Prasasti Kebon Kopi,
2. Prasasti Tugu,
3. Prasasti Munjul atau Prasasti Cidanghiang,
4. Prasasti Ciaruteun, Ciampea, Bogor
5. Prasasti Muara Cianten, Ciampea, Bogor
6. Prasasti Jambu, Bogor
7. Prasasti Pasir Awi, Bogor.
C. Kerajaan Sriwijaya
Sriwijaya merupakan kerajaan yang bercorak agama Budha. Raja yang pertamanya bernama Sri Jaya Naga, sedangkan raja yang paling terkenal adalah Raja Bala Putra Dewa.
Letaknya yang strategis di Selat Malaka (Palembang) yang merupakan jalur pelayaran dan perdagangan internasional.Keadaan alam Pulau Sumatera dan sekitarnya pada abad ke-7 berbeda dengan keadaan sekarang. Sebagian besar pantai timur baru terbentuk kemudian. Oleh karena itu Pulau Sumatera lebih sempit bila dibandingkan dengan sekarang, sebaliknya Selat Malaka lebih lebar dan panjang. Beberapa faktor yang mendorong perkembangan kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan besar antara lain sebagai berikut :
- Kemajuan kegiatan perdagangan antara India dan Cina melintasi selat Malaka, sehingga membawa keuntungan yang besar bagi Sriwijaya.
- Keruntuhan Kerajaan Funan di Vietnam Selatan akibat serangan kerajaan Kamboja memberikan kesempatan bagi perkembangan Sriwijaya sebagai negara maritim (sarwajala) yang selama abad ke-6 dipegang oleh kerajaan Funan.
Berdasarkan berita dari I Tsing ini dapat kita ketahui bahwa selama tahun 690 sampai 692, Kerajaan Melayu sudah dikuasai oleh Sriwijaya. Sekitar tahun 690 Sriwijaya telah meluaskan wilayahnya dengan menaklukkan kerajaan-kerajaan di sekitarnya. Hal ini juga diperkuat oleh 5 buah prasasti dari Kerajaan Sriwijaya yang kesemuanya ditulis dalam huruf Pallawa dan bahasa Melayu Kuno. Prasasti-prasasti tersebut adalah sebagai beikut :
1. Prasasti Kedukan Bukit
2. Prasasti Talang Tuwo
3. Prasasti Kota Kapur
4. Prasasti Telaga Batu
5. Prasasti Karang Birahi
6. Prasasti Ligor
Selain peninggalan berupa prasasti, terdapat peninggalan berupa candi. Candi-candi budha yang berasal dari masa Sriwijaya di Sumatera antara lain Candi Muaro Jambi, Candi Muara Takus, dan Biaro Bahal, akan tetapi tidak seperti candi periode Jawa Tengah yang terbuat dari batu andesit, candi di Sumatera terbuat dari bata merah.
Beberapa arca-arca bersifat budhisme, seperti berbagai arca budha dan bodhisatwa Awalokiteswara ditemukan di Bukit Seguntang, Palembang, Jambi, Bidor, Perak dan Chaiya.
Pada masa pemerintahan Bala Putra Dewa Sriwijaya menjadi pusat perdagangan sekaligus pusat pengajaran agama Budha. Sebagai pusat pengajaran Buddha Vajrayana, Sriwijaya menarik banyak peziarah dan sarjana dari negara-negara di Asia. Antara lain pendeta dari Tiongkok I Tsing, yang melakukan kunjungan ke Sumatera dalam perjalanan studinya di Universitas Nalanda, India, pada tahun 671 dan 695. I Tsing melaporkan bahwa Sriwijaya menjadi rumah bagi sarjana Buddha sehingga menjadi pusat pembelajaran agama Buddha. Pengunjung yang datang ke pulau ini menyebutkan bahwa koin emas telah digunakan di pesisir kerajaan. Selain itu ajaran Buddha aliran Buddha Hinayana dan Buddha Mahayana juga turut berkembang di Sriwijaya.
Letak Sriwijaya strategis membawa keberuntungan dan kemakmuran. Walaupun demikian, letaknya yang strategis juga dapat mengundang bangsa lain menyerang Sriwijaya. Beberapa faktor penyebab kemunduran dan keruntuhan :
- Adanya serangan dari Raja Dharmawangsa 990 M.
- Adanya serangan dari kerajaan Cola Mandala yang diperintah oleh Raja Rajendracoladewa.
- Pengiriman ekspedisi Pamalayu atas perintah Raja Kertanegara, 1275 – 1292.
- Muncul dan berkembangnya kerajaan Islam Samudra Pasai.
- Adanya serangan kerajaan Majapahit dipimpin Adityawarman atas perintah Mahapatih Gajah Mada, 1477. Sehingga Sriwijaya menjadi taklukkan Majapahit.
D. Kerajaan Mataram ( Hindu-Budha )
Kerajaan Mataram diketahui dari Prasasti Canggal yang berangka tahun 732 Masehi yang ditulis dalam huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta. Dalam prasasti itu disebutkan bahwa pada mulanya Jawa (Yawadwipa) diperintah oleh Raja Sanna. Setelah ia wafat Sanjaya naik tahta sebagai penggantinya. Sanjaya adalah putra Sannaha (saudara perempuan Sanna).
Prasasti Mantyasih (Prasasti Kedu) yang di dikeluarkan oleh Raja Balitung pada tahun 907 memuat daftar raja-raja keturunan Sanjaya, sebagai berikut :
1. Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya
2. Sri Maharaja Rakai Panangkaran
3. Sri Maharaja Rakai Panunggalan
4. Sri Maharaja Rakai Warak
5. Sri Maharaja Rakai Garung
6. Sri Maharaja Rakai Pikatan
7. Sri Maharaja Rakai Kayuwangi
8. Sri Maharaja Rakai Watuhumalang
9. Sri Maharaja Watukura Dyah Balitung
Prasasti Kelurak, 782 M di desa Kelurak disebutkan bahwa Raja Dharanindra membangun arca Majusri ( candi sewu). Pengganti raja Dharanindra, adalah Samaratungga. Samaratungga digantikan oleh putrinya bernama Pramodawardhani. Dalam Prasasti Sri Kahulunan ( gelar Pramodawardhani) berangka tahun 842 M di daerah Kedu, dinyatakan bahwa Sri Kahulunan meresmikan pemberian tanah untuk pemeliharaan candi Borobudur yang sudah dibangun sejak masa pemerintahan Samaratungga.
Pramodhawardhani menikah dengan Rakai Pikatan yang beragama Hindu. Adik Pramodhawardhani, Balaputradewa menentang pernikahan itu. Pada tahun 856 Balaputradewa berusaha merebut kekuasaan dari Rakai Pikatan, namun usahanya itu gagal. Setelah pemerintahan Rakai Pikatan, Mataram menunjukkan kemunduran. Sejak pemerintahan Raja Balitung banyak mengalihkan perhatian ke wilayah Jawa Timur. Raja-raja setelah Balitung adalah :
- Daksa (910 – 919). Ia telah menjadi rakryan mahamantri I hino (jabatan terttinggi sesudah raja) pada masa pemerintahan Balitung.
- Rakai Layang Dyah Tulodong (919 – 924)
- Wawa yang bergelar Sri Wijayalokanamottungga (924 – 929)
Wawa merupakan raja terakhir kerajaan Mataram. Pusat kerajaan kemudian dipindahkan oleh seorang mahapatihnya (Mahamantri I hino) bernama Pu Sindok ke Jawa Timur.
Kepindahan Kerajaan Mataram ke Jawa Timur
Pu Sindok yang menjabat sebagai mahamantri i hino pada masa pemerintahan Raja Wawa memindahkan pusat pemerintahan ke Jawa Timur tersebut. Pada tahun 929 M, Pu Sindok naik tahta dengan gelar Sri Maharaja Rakai Hino Sri Isana Wikramadharmattunggadewa. la mendirikan dinasti baru, yaitu Dinasti Isana. Pu Sindok memerintah sampai dengan tahun 947. Pengganti-penggantinya dapat diketahui dari prasasti yang dikeluarkan oleh Airlangga, yaitu Prasasti Calcuta.
Berdasarkan berita Cina diperoleh keterangan bahwa Raja Dharmawangsa pada tahun 990 – 992 M melakukan serangan terhadap Kerajaan Sriwijaya. Pada tahun 1016, Airlangga datang ke Pulau Jawa untuk meminang putri Dharmawangsa. Namun pada saat upacara pernikahan berlangsung kerajaan mendapat serangan dari Wurawuri dari Lwaram yang bekerjasama dengan Kerajaan Sriwijaya. Peristiwa ini disebut peristiwa Pralaya. Selama dalam pengassingan ia menyusun kekuatan. Setelah berhasil menaklukkan raja Wurawari pada tahun 1032 dan mengalahkan Raja Wijaya dari Wengker Pada tahun 1035 ia berhasil mengembalikan kekuasaan. Airlangga wafat pada tahun 1049 dan disemayamkan di Parthirtan Belahan, di lereng gunung Penanggungan.
E. Kerajaan Kediri/Kadiri
Pada akhir pemerintahannya Airlangga kesulitan dalam menunjuk penggantinya, sebab Putri Mahkotanya bernama Sanggramawijaya menolak menggantikan menjadi raja. la memilih menjadi seorang pertapa. Maka tahta diserahkan kepada kedua orang anak laki-lakinya, yaitu Jayengrana dan Jayawarsa. Untuk menghindari perselisihan di antara keduanya maka kerajaan di bagi dua atas bantuan Pu Barada yaitu Jenggala dengan ibukotanya Kahuripan dan Panjalu dengan ibukotanya Daha (Kadiri)
Sampai setengah abad lebih sejak Airlangga mengundurkan diri tidak ada yang dapat diketahui dari kedua kerajaan itu. Kemudian hanya Kadiri yang menunjukkan aktifitas politiknya. Raja pertama yang muncul dalam pentas sejarah adalah Sri Jayawarsa dengan prasastinya yang berangka tahun 1104 M. Selanjutnya berturut-turut raja-raja yang berkuasa di Kadiri adalah sebagai berikut : Kameswara (±1115 – 1130), Jayabaya (±1130 – 1160), 1135), Sarweswara (±1160 – 1170), Aryyeswara (±1170 – 1180), Gandra (1181), Srengga (1190-1200) dan Kertajaya (1200 – 1222).
Pada tahun 1222 terjadilah Perang Ganter antara Ken arok dengan Kertajaya. Ken Arok dengan bantuan para Brahmana (pendeta) berhasil mengalahkan Kertajaya di Ganter (Pujon, Malang).
F. Kerajaan Singasari
Kerajaan Singasari didirikan oleh Ken Arok. Dalam kitab Pararaton Ken Arok digambarkan sebagai seorang pencuri dan perampok yang sakti, sehingga menjadi buronan tentara Tumapel. Setelah mendapatkan bantuan dari seorang Brahmana, Ken Arok dapat mengabdi kepada Akuwu (bupati) di Tumapel bernama Tunggul Ametung. Setelah berhasil membunuh Tunggul Ametung, Ken Arok menggantikannya sebagai penguasa Tumapel. Ia juga menjadikan Ken Dedes, istri Tunggul Ametung, sebagai permaisurinya. Pada waktu itu Tumapel masih berada di bawah kekuasaan Kerajaan Kadiri.
Setelah merasa memiliki kekuatan yang cukup, Ken Arok berusaha untuk melepaskan diri dari Kadiri. Pada tahun 1222 Ken Arok berhasil membunuh Kertajaya, raja Kadiri terakhir. Ia kemudian naik tahta sebagai raja Singasari dan mendirikan dinasti baru yaitu Dinasti Girinda.
Tidak lama kemudian, Ken Dedes melahirkan seorang putra bernama Anusapati hasil pernikahannya dengan Tunggul Ametung. Sedangkan dari istri yang lain, yaitu Ken Umang, Ken Arok mempunyai seorang putra bernama Tohjaya. Pada tahun 1227, Ken Arok dibunuh oleh
Anusapati. Hal ini dilakukan sebagai balas dendam atas kematian ayahnya, Tunggul Ametung. Anusapati mengantikan berkuasa di Singasari. Ia memerintah selama 21 tahun. Sampai akhirnya ia dibunuh oleh Tohjaya, juga sebagai balas dendam atas kematian ayahnya.
Tohjaya naik tahta. Ia memerintah dalam waktu sangat singkat. Ia kemudian terbunuh oleh Ranggawuni (putra Anusapati). Pada tahun 1248 Ranggawuni naik tahta dengan gelar Srijaya Wisnuwardhana. Pada tahun 1254 Wisnuwardhana mengangkat putranya Kertanegara sebagai Yuwaraja atau Raja Muda. Wisnuwardana wafat pada tahun 1268 di Mandragiri.
Pada tahun 1268 Kertanegara naik tahta. la merupakan raja terbesar kerajaan Singasari. Kertanegara merupakan raja pertama yang bercita-cita menyatukan Nusantara. Pada tahun 1275, Kertanegara mengirimkan Ekspedisi Pamalayu ke Sumatera (Jambi) dipimpin oleh Kebo Anabrang. Ekspedisi ini bertujuan menuntut pengakuan Sriwijaya dan Malayu atas kekuasaan Singasari. Ekspedisi ini juga untuk mengurangi pengaruh Kubilai Khan dari Cina di Nusantara.
Ekspedisi ini menimbulkan rasa khawatir raja Mongol tersebut. Oleh karena itu pada tahun 1289 Kubilai Khan mengirimkan utusan bernama Meng-chi menuntut Singasari mengakui kekuasaan Kekaisaran Mongol atas Singasari. Kertanegara menolak tegas, bahkan utusan Cina itu dilukai mukanya. Perlakukan tersebut dianggap sebagai penghinaan dan tantangan perang.
Untuk menghadapi kemungkinan serangan dari tentara Mongol pasukan Singasari disiagakan dan dikirim ke berbagai daerah di Laut Jawa dan di Laut Cina Selatan. Sehingga pertahanan di ibukota lemah. Hal ini dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak senang terhadap Kertanegara, diantaranya Jayakatwang penguasa Kadiri dan Arya Wiraraja (bupati Madura). Pasukan Kadiri berhasil menduduki istana dan membunuh Kertanegara.
G. Kerajaan Majapahit
Setelah Kertanegara terbunuh oleh Jayakatwang, 1292. Raden Wijaya menantu Kertanegara berhasil melarikan diri ke Madura untuk minta bantuan Arya Wiraraja, bupati Sumenep. Atas nasihat Arya Wiraraja, Raden Wijaya menyerahkan diri kepada Jayakatwang. Atas jaminan dari Arya Wiraraja, Raden Wijaya diterima dan diperbolehkan membuka hutan Tarik yang terletak di dekat Sungai Brantas. Dengan bantuan orang-orang Madura, pembukaan hutan Tarik dibuka dan diberi nama Majapahit.
Kemudian datanglah pasukan Tartar yang dikirim Kaisar Kubilai Khan untuk menghukum raja Jawa. Walaupun sudah mengetahui Kertanegara sudah meninggal, tentara Tartar bersikeras mau menghukum raja Jawa. Hal ini dimanfaatkan oleh Raden Wijaya untuk membalas dendam kepada Jayakatwang. Jayakatwang berhasil dihancurkan. Pada waktu tentara Tartar hendak kembali kepelabuhan, Raden Wijaya menghancurkan tentaraTartar, Setelah berhasil mengusir tentara Tartar, Raden Wijaya dinobatkan sebagai Raja Majapahit dengan gelar Sri Kertarajasa Jayawardhana pada tahun 1293.
Kertarajasa meninggal pada tahun 1309. Satu-satunya putra yang dapat menggantikannya adalah Kalagamet. la dinobatkan sebagai raja Majapahit dengan gelar Sri Jayanagara. Ia bukanlah raja yang cakap. Selain itu ia juga mendapatkan banyak pengaruh dari Mahapati. Akibatnya masa pemerintahannya diwarnai dengan adanya beberapa kali pemberontakan.
Pemberontakan yang paling berbahaya adalah pemberontakan Kuti, pada tahun 1319. Kuti berhasil menduduki ibukota Majapahit, sehingga Jayanagara harus melarikan diri ke desa Bedander yang dikawal oleh pasukan Bhayangkari dipimpin oleh Gajah Mada. Pemberontakan Kuti ini berhasil ditumpas oleh Gajah Mada. Karena jasanya Gajah Mada diangkat sebagai Patih Kahuripan. Pada tahun 1328 Jayanagara mangkat dibunuh oleh tabib istana, Tanca. Tanca kemudian dibunuh oleh Gajah Mada. Jayanagara tidak meninggalkan keturunan.
Karena Jayanagara tidak mempunyai keturunan, maka yang berhak memerintah semestinya adalah Gayatri atau Rajapatni. Akan tetapi Gayatri telah menjadi bhiksuni. Maka pemerintahan Majapahit kemudian dipegang oleh putrinya Bhre Kahuripan dengan gelar Tribhuwana Tunggadewi Jayawisnuwardhani. la menikah dengan Kertawardhana. Dari perkawinan ini lahirlah Hayam Wuruk. Pada tahun 1331 terjadi pemberontakan Sadeng dan Keta. Pemberontakan yang berbahaya ini dapat ditumpas oleh Gajah Mada. Karena jasanya Gajah Mada diangkat sebagai Patih Mangkubumi Majapahit. Pada saat pelantikan, Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa.
Pada tahun 1350 M, lbu Tribhuwanatunggadewi, Gayatri meninggal. Sehingga Tribhuwana turun tahta. Penggantinya adalah putranya yang bernama Hayam Wuruk yang bergelar Rajasanagara. Di bawah pemerintahan Hayam Wuruk dengan Gajah Mada sebagai Mahapatihnya, Majapahit mencapai puncak kejayaannya. Dengan Sumpah Palapa-nya Gajah Mada berhasil menguasai seluruh kepulauan Nusantara ditambah dengan Siam, Martaban (Birma), Ligor, Annom, Campa dan Kamboja.
Pada tahun 1364, Patih Gajah Mada wafat ditempat peristirahatannya, Madakaripura, di lereng Gunung Tengger. Setelah Gajah Mada meninggal, Hayam Wuruk menemui kesulitan untuk menunjuk penggantinya. Akhirnya diputuskan bahwa pengganti Gajah Mada adalah empat orang menteri.
Hayam Wuruk wafat pada tahun 1389. Ia disemayamkan di Tayung daerah Berbek, Kediri. Seharusnya yang menggantikan adalah puterinya yang bernama Kusumawardhani. Namun ia menyerahkan kekuasaannya kepada suaminya, Wikramawardhana. Sementara itu Hayam Wuruk juga mempunyai anak laki-laki dari selir yang bernama Bhre Wirabhumi yang telah mendapatkan wilayah keuasaan di Kedaton Wetan (Ujung Jawa Timur). Pada tahun 1401 hubungan Wikramawardhana dengan Wirabhumi berubah mejadi perang saudara yang dikenal sebagai Perang Paregreg. Pada tahun 1406 Wirabhumi dapat dikalahkan di dibunuh. Tentu saja perang saudara ini melemahkan kekuasaan Majapahit. Sehingga banyak wilayah-wilayah kekuasaannya melepaskan diri.
Berakhirnya Kerajaan Kerajaan Hindu Buddha
Setelah memasuki abad ke-10 sampai abad ke-12, kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu maupun Buddha di Indonesiamulai mengalami kemunduran.
Faktor-faktor penyebab runtuhnya kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha sebagai berikut.
1. Terdesaknya kerajaan-kerajaan kecil oleh kerajaan-kerajaan besar.
2. Tidak ada pengaderan pemimpin sehingga tidak ada pemimpin pengganti yang setara dengan pendahulunya.
3. Munculnya perang saudara yang melemahkan kerajaan.
4. Kemunduran ekonomi perdagangan negara.
5. Tersiarnya agama Islam yang mendesak agama Hindu-Buddha.
Walaupun kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha telah runtuh, tetapi tradisinya masih hidup di Nusantara. Berikut ulasan mengenai faktor-faktor penyebab runtuhnya tiga kerajaan besar di Nusantara yang bercorak Hindu-Buddha.
Kerajaan Sriwijaya mundur sejak abad ke-10, penyebab mundurnya oleh faktor-faktor berikut.
a. Perubahan keadaan alam di sekitar Palembang. Sungai Musi, Ogan Komering, dan sejumlah anak sungai lainnya membawa lumpur yang diendapkan di sekitar Palembang sehingga posisinya menjauh dari laut dan perahu sulit merapat.
b. Letak Palembang yang makin jauh dari laut menyebabkan daerah itu kurang strategis lagi kedudukannya sebagai pusat perdagangan nasional maupun internasional. Sementara itu, terbukanya Selat Berhala antara Pulau Bangka dan Kepulauan Singkep dapat menyingkatkan jalur perdagangan internasional sehingga Jambi lebih strategis daripada Palembang.
c. Dalam bidang politik, Sriwijaya hanya memiliki angkatan laut yang diandalkan. Setelah kekuasaan di Jawa Timur berkembang pada masa Airlangga, Sriwijaya terpaksa mengakui Jawa Timur sebagai pemegang hegemoni di Indonesia bagian timur dan Sriwijaya di bagian barat.
d. Adanya serangan militer atas Sriwijaya. Serangan pertama dilakukan oleh Teguh Dharmawangsa terhadap wilayah selatan Sriwijaya (992) hingga menyebabkan utusan yang dikirim ke Cina tidak berani kembali. Serangan kedua dilakukan oleh Colamandala atas Semenanjung Malaya pada tahun 1017 kemudian atas pusat Sriwijaya pada tahun 1023 – 1030.
Dalam serangan ini, Raja Sriwijaya ditawan dan dibawa ke India. Ketika Kertanegara bertakhta di Singasari juga ada usaha penyerangan terhadap Sriwijaya, namun baru sebatas usaha mengurung Sriwijaya dengan pendudukan atas wilayah Melayu. Akhir dari Kerajaan Sriwijaya adalah pendudukan oleh Majapahit dalam usaha menciptakan kesatuan Nusantara (1377).
Berita Cina dari zaman dinasti Tang menyebutkan bahwa pada abad ke-7, di Kanton dan Sumatra sudah ada orang muslim. Hal ini berkaitan dengan perkembangan perdagangan dan pelayaran yang bersifat internasional antara negara-negara Asia Barat dan Asia Timur, yaitu antara Kerajaan Islam Bani Umayyah, kerajaan Cina dinasti Tang, dan Kerajaan Sriwijaya.
Pada abad ke-7 sampai ke-12 Masehi, Kerajaan Sriwijaya memang memegang peranan penting di bidang ekonomi dan perdagangan untuk daerah Asia Tenggara. Namun pada abad ke-12, peranan tersebut mulai menunjukkan kemunduran. Bukti mengenai kemunduran ekonomi dan perdagangan Sriwijaya dapat diketahui dari berita Chou Ku-Fei tahun 1178.
Berita tersebut menyatakan bahwa harga barang-barang dari Sriwijaya mahal karena rupanya tidak lagi menghasilkan hasil-hasil alamnya. Untuk mencegah kemunduran ekonomi dan perdagangan, Kerajaan Sriwijaya kemudian membuat peraturan cukai yang lebih berat bagi kapal dagang yang singgah ke daerah pelabuhannya.
Kemunduran Sriwijaya di bidang perdagangan dan politik dipercepat oleh usaha-usaha Kerajaan Singasari untuk memperkecil kekuasaan Sriwijaya dengan mengadakan ekspedisi Pamalayu pada tahun 1275. Usaha tersebut dimanfaatkan oleh daerah-daerah lain untuk melepaskan diri dari kekuasaan Sriwijaya.
Sejalan dengan itu para pedagang muslim (mungkin disertai para mubalignya pula) mempergunakan kesempatan ini untuk memperoleh keuntungan dari perdagangan dan politik. Mereka mendukung daerah-daerah yang melepaskan diri tersebut dan memunculkan kekuatan-kekuatan baru berupa kerajaan-kerajaan bercorak Islam, seperti Samudra Pasai yang terletak di pesisir timur laut Aceh, termasuk Kabupaten Aceh Utara dekat Lhokseumawe.
Peranan Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah mundur ketika pusat kekuasaannya pindah dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Ada beberapa pendapat mengenai pemindahan pusat kerajaan ini. Pendapat lama mengatakan bahwa pemindahan pusat kerajaan ini sehubungan dengan adanya bencana alam berupa banjir atau gunung meletus atau adanya wabah penyakit.
Namun, pendapat ini tidak dapat dibuktikan sebab tidak didukung oleh bukti-bukti sejarah. Pendapat lain menyebutkan bahwa rakyat menyingkir ke Jawa Timur akibat adanya paksaan terhadap para penganut Hindu untuk membangun candi Buddha.
Pendapat baru menyebutkan dua faktor berikut.
a. Keadaan alam bumi Mataram yang tertutup secara alamiah berakibat negara ini sulit berkembang. Sementara, keadaan alam Jawa Timur lebih terbuka untuk perdagangan luar, tidak ada pegunungan atau gunung yang merintangi, bahkan didukung adanya Sungai Bengawan Solo dan Brantas yang memperlancar lalu lintas dari pedalaman ke pantai. Apalagi, alam Jawa Timur belum banyak diusahakan sehingga tanahnya lebih subur dibandingkan dengan tanah di Jawa Tengah.
b. Dari segi politik, ada kebutuhan untuk mewaspadai ancaman Sriwijaya, terutama karena Sriwijaya pada saat itu dikuasai dinasti Syailendra. Sebagai antisipasinya, pusat kerajaan perlu dijauhkan dari tekanan Sriwijaya.
Ketika Sriwijaya sungguh-sungguh menyerang pada pertengahan abad ke-10, Mpu Sindok dapat mematahkannya. Tetapi, serangan Sriwijaya berikutnya dibantu Raja Wurawari pada tahun 1017 menghancurkan Mataram yang saat itu dipimpin Dharmawangsa. Kerajaan Mataram yang kedua berdiri kembali di Jawa Tengah pada abad ke-16, kali ini telah beragama Islam.
Kemunduran Majapahit berawal sejak wafatnya Gajah Mada pada tahun 1364. Hayam Wuruk tidak dapat memperoleh ganti yang secakap Gajah Mada. Jabatan-jabatan yang dipegang Gajah Mada (semasa hidupnya, Gajah Mada memegang begitu banyak jabatan) diberikan kepada tiga orang. Setelah Hayam Wuruk meninggal pada tahun 1389, Majapahit benar-benar mengalami kemunduran.
Beberapa faktor penyebab kemunduran Majapahit sebagai berikut.
a. Tidak ada lagi tokoh di pusat pemerintahan yang dapat mempertahankan kesatuan wilayah setelah Gajah Mada dan Hayam Wuruk meninggal.
b. Struktur pemerintahan Majapahit yang mirip dengan sistem negara serikat pada masa modern dan banyaknya kebebasan yang diberikan kepada daerah memudahkan wilayah-wilayah jajahan untuk melepaskan diri begitu diketahui bahwa di pusat pemerintahan sedang kosong kekuasaan.
c. Terjadinya perang saudara, di antaranya yang terkenal adalah Perang Paregreg (1401-1406) yang dilakukan oleh Bhre Wirabhumi melawan pusat Kerajaan Majapahit. Bhre Wirabhumi diberi kekuasaan di wilayah Blambangan. Namun, ia berambisi untuk menjadi raja Majapahit. Dalam cerita rakyat, Bhre Wirabhumi dikenal sebagai Minak jingga yang dikalahkan oleh Raden Gajah atau Damarwulan. Selain perang saudara, terjadi juga usaha memisahkan diri yang dilakukan Girindrawardhana dari Kediri (1478).
d. Masuknya agama Islam sejak zaman Kerajaan Kediri di Jawa Timur menimbulkan kekuatan baru yang menentang kekuasaan Majapahit. Banyak bupati di wilayah pantai yang masuk Islam karena kepentingan dagang dan berbalik melawan Majapahit.
Penting Untuk Diingat
1. Kerajaan Kutai berdiri pada abad ke-5. Raja-raja yang pernah berkuasa adalah Kudungga, Asmawarman, dan Mulawarman.
2. Kerajaan Tarumanegara berdiri pada abad ke-5 di Jawa Barat. Sumber sejarah berupa prasasti Ciaruteun, Jambu, Pasar Awi, Kebon Kopi, Muara Cianten, Tugu, dan Cidangiang.
3. Kerajaan Sriwijaya berdiri pada abad ke-7 di Palembang. Raja yang terbesar adalah Balaputradewa yang berhasil membawa Sriwijaya mencapai kebesarannya, bahkan Sriwijaya mendapat julukan Kerajaan Nasional Pertama di Indonesia.
4. Kerajaan Mataram didirikan oleh Raja Sanjaya pada abad ke-8. Ada dua dinasti yang berkuasa saat itu, yaitu dinasti Sanjaya dan dinasti Syailendra.
5. Kerajaan Mataram pindah ke Jawa Timur dan berganti nama menjadi Kerajaan Medang Mataram. Raja-rajanya adalah Mpu Sindok, Dharmawangsa, dan Airlangga. Kerajaan ini pada tahun 1042 pecah menjadi dua, yaitu Kediri dan Jenggala.
6. Kerajaan Kediri mencapai kejayaan pada masa Jayabaya. Raja-raja yang pernah berkuasa di Kediri adalah Bameswara, Jayabaya, Sarweswara, Kameswara, dan Kertajaya.
7. Kerajaan Singasari didirikan oleh Ken Arok pada tahun 1222 setelah mengalahkan Kertajaya (Kediri). Singasari mengalami kejayaan pada masa Kertanegara dan runtuh pada tahun 1292 setelah dikalahkan oleh Jayakatwang (Kediri).
8. Kerajaan Majapahit berdiri tahun 1293 oleh Raden Wijaya. Raja-rajanya adalah Raden Wijaya, Jayanegara, Tribhuwanatunggadewi, Hayam Wuruk, Wikramawardhana, Suhita, dan Brawijaya. Kejayaan Majapahit terjadi pada masa Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada.
Pertanyaan - Pertanyaan Untuk Semua Materi! Terlengkap!